Wednesday, May 24, 2006

La Vita è belle *



This is a simple story...but not an easy one to tell….[Giosué Orefice son of Guido Orefice]

Film bercerita tentang kehidupan Guido Orefice dengan setting cerita Italia pada tahun 1930 an. Guido seorang keturunan Yahudi yang jatuh cinta dan menikahi seorang wanita Italia yang berprofesi sebagai guru, Dora. Pertemuannya dengan Dora diawali dengan kebetulan-kebetulan yang indah, dengan ekspresi yang riang dan memikat, akhirnya Dora memutuskan tunangannya dan memilih menikah dengan Guido.

Awalnya kehidupaan berjalan dengan baik seperti cerita dongeng, sebagai penjual buku dengan istri dan anak yang bernama Giosué. Kehidupan kemudian berubah ketika Jerman mulai menguasai Italia. Karena memiliki darah Yahudi, Guido dan anaknya dikirim ke kamp konsentrasi oleh tentara Nazi, kemudian Dora memutuskan untuk mengikuti suami dan anaknya ke kamp konsentrasi, meski dia ditempatkan di kamp yang berbeda dengan suami dan anaknya.

Guido berusaha mempertahankan keluarganya dan membantu anaknya agar tidak larut dalam horror kamp konsentrasi dengan cara ‘mengelabui’ anaknya bahwa apa yang mereka alami sebenarnya hanya sebuah permainan, dan jika mereka memenangkan permainan ini, mereka akan mendapat sebuah tank perang sebagai hadiahnya.

Ada banyak film tentang Holocaust yang dibuat oleh orang film tetapi film ini yang paling ‘riang’ yang pernah aku saksikan. Aku suka film The Pianist, Schindler's List, tetapi film ini menarik dengan cara yang berbeda yaitu menampilkan sisi holocaust dengan cara yang lain. Ketika menyaksikannya kita dapat menangis dan senyum pada saat yang bersamaan, Roberto Benigni (Sutradara merangkap pemeran utama) memang hebat, mungkin ini film pertama yang sukses yang mengkomedikan kisah holocaust. Tidak ada yang berani membuat cerita pembantaian kaum Yahudi menjadi cerita humor, karena akan menimbulkan kritik dan hujatan dari banyak pihak didunia. Karena sama seperti peristiwa Rwanda dan Darfur, peristiwa Holocaust sebenarnya menggambarkan kegagalan dan ketidakpedulian manusia terhadap penumpasan manusia lain di dunia. Dunia bisa marah sekarang, tetapi ketika Hitler berkuasa dunia hanya bisa diam dan menghujat dari jauh.

Tidak banyak film yang ketika selesai diputarkan, film itu terus mengikutimu dan tidak pernah berhenti dalam kehidupan mu. Film ini menggambarkan hubungan yang indah antara ayah dan anaknya. Sulit membayangkan kejadian ini di dunia nyata, tetapi apa yang digambarkan tentang sisi kemanusian, harapan yang jangan pernah padam sekalipun dan kegembiraan yang dapat mengurangi beban yang berat membuat film ini menjadi luar biasa. Ketika kita dalam kesusahaan, dalam ancaman maut dan kelaparan, kita tidak punya waktu untuk memikirkan orang lain, jangankan untuk membuat orang lain tersenyum, untuk tersenyum saja kita sudah tidak mampu. Guido mampu membuat anaknya tertawa-tawa dan pandangan mata yang berbinar-binar, sementara penonton dapat menangis dan tersenyum pada saat yang bersamaan.

Kita tidak bisa mengerti kenapa orang lain mau menyakiti orang lain, dan kadang kita juga diam ketika hal itu terjadi disekitar kita. Film ini tidak menghujat Nazi dan tidak berisi perlawanan fisik terhadapnya, tetapi film ini menggambarkan sesuatu yang lebih besar bahwa kehidupan itu indah ketika kita mengisinya dengan kasih sayang, meski dalam keadaan yang susah sekalipun.

Bagi sebagian orang film ini tidak berarti apa-apa, tetapi buat aku film ini akan terus bersama aku.

Kasih dan cinta yang tulus memampukan manusia untuk melewati hari-hari yang susah dan tidak terbayangkan. Syahdan sebuah buku bijak menuliskan, ada tiga hal utama dalam kehidupan manusia yaitu iman, pengharapan dan kasih. tetapi yang terbesar dari semuanya adalah Kasih.

* Life is beautiful

No comments: