Sunday, September 30, 2007

Opini Form@t Koran Kompas 17 Sept 2007

Merespon opini Kompas dalam lembaran Teknik Informasi yang bernama form@t, aku mencoba menulis email pada tanggal 22 Sept 2007 kepada mereka tetapi sayangnya sampai saat ini belum dibalas. Berikut email aku :

Dear form@t,

Apa sih yang benar-benar membuat kita merasa aman di Indonesia ini ? Saat ini sepertinya hampir dalam segala bidang kita tidak merasa aman. Melakukan perjalanan baik darat, laut ataupun kita merasa tidak aman, melakukan usaha kita tidak merasa aman, dibidang pertahanan kita juga tidak merasa aman, mau kerja diluar negeri pun kita tidak merasa aman, mengurus ktp pun kita merasa tidak aman, intinya kenyamanan, keamanan dan kepastian sesuatu yang mahal, tidak pasti dan tidak ada standardnya di Republik ini.

Demikian juga dengan privacy perorangan, jangankan yang sifatnya personal, yang sifatnya rahasia negara yang sudah jelas-jelas ditulis rahasia dan tidak untuk disebarluaskan pun dapat dengan mudah tersebar dijagad per email an dan media masa. Seperti transcript pembicaraan Habibie dan Jaksa Agung, surat dinas Sekretariat Kepresidenan, atau pun surat dari Kepolisianuntuk keperluan penyelidikan dan banyak contoh lainnya. Dunia digital sebenarnya sudah membuat hidup kita seperti buku yang terbuka, semuanya terdokumentasi dan terekam. Hanya ketidaktahuan dan etika profesi saja yang membuat sms,transaksi kartu kredit,pembicaraan telpon, rekam jejak browsing atau pun email tidak tersebar kemana-mana.

Sehubungan dengan opini rekan-rekan form@at pada tanggal 17 September 2007 yang lalu tanpa memberi kesempatan PT Telkom dan pihak Kepolisian melakukan pembelaan (atau tidak perduli dengan penjelasannya?) anda sudah memvonis :

  • Kejadian ini menjelaskan, kalau berbagai informasi yang kita gunakan memanfaatkan kemajuan teknologi sekarang ini, dengan mudah dilecehkan oleh para penyelenggara teknologi seperti yang dilakukan oleh PT Telkom Tbk.
  • "Apa yang dilakukan operator terbesar di negara ini mencerminkan betapa buruknya perilaku mereka (baca Telkom) yang secara sengaja melecehkan kepentingan konsumen" (paragraf ke 4)

Anda juga menyatakan hanya di Indonesia para operator bisa bersikap semena-mena terhadap konsumennya termasuk SMS sampah yang terus-menerus menghantui pengguna ponsel. Kalau boleh tahu sumber berita ini darimana ? Apakah di negara-negara berkembang (yang jumlahnya ratusan) pernah dilakukan research sehingga dapat ditarik kesimpulan seperti ini ? Sementara di Amerika saja sebelum ada Protect America Act 2007, proses sadap menyadap sudah lazim dilakukan, meski ujung-ujungnya untuk alas an keamanan.

Berkaitan kasus sadap-menyadap diatas untungnya Kapolri sudah menjelaskan dalam Kompas 18 September 2007 halaman 5 bahwa terkait penyadapana terhadap Metta Dharmasaputra, sebenarnya "tersadap" ketika yang bersangkutan sedang berkomunikasi dengan buronan yang bernama Vincentius Amin Sutanto (Karyawan PT Asian Agri) yang terlibat kasus penggelapan pajak jumlahnya milyaran. Untuk tugas kepolisian ini pihak POLRI dengan segala kelebihan dan kekurangannya lah yang lebih tahu.

PT Telkom tentunya bekerja berdasarkan permintaan Kepolisian dan prosedurnya sesuai dengan UU dan aturan yang berlaku di Perusahaan. Saya yakin mereka tidak kurang kerjaan sehingga harus menyadap-nyadap pembicaraan orang, soalnya untuk mengerjakan pekerjaan yang ada saja rasanya waktu tidak cukup.

Sekedar mengingatkan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang penyadapan, bahwa rekaman komunikasi lewat telepon hanya boleh dibuka dengan sejumlah syarat. Di antaranya untuk keperluan penyidikan tindak pidana tertentu (narkoba atau tindak pidana yang tuntutannya lebih dari lima tahun, seumur hidup, atau mati). Permintaan itu harus diajukan oleh jaksa atau polisi dengan tembusan ke Menteri Komunikasi. Berkaitan dengan hal ini pihak Telkom sering menolak permintaan penyadapan, karena tidak sesuai dengan PP No.52 dan UU Telekomunikasi.

Untuk membahas hal diatas mungkin perlu waktu dan perlu bahan-bahan yang lebih lengkap, tapi yang ingin saya kritik adalah berkaitan dengan tulisan form@at di Koran Kompas kemarin, jelas-jelas menjelek-jelekkan PT Telkom Tbk. Dan jangan lupa tulisan rekan-rekan wartawan tersebut dibaca oleh banyak orang, dan menjadi semacam iklan yang sifatna merugikan terhadap perusahan ini. Dalam persaingan usaha sekarang ini, iklan buruk terhadap competitor merupakan keuntungan tersendiri bagi competitor yang lainnya. Semoga tulisan tersebut bukan merupakan pesanan pihak lain.

Anyway semoga rekan-rekan lebih hati-hati lagi ketika menyudutkan pihak lain. Satu hal yang saya rasakan, dinegeri kita ini, sulit rasanya mencari media yang melihat gelas terisi setengah, kebanyakan melihat gelas kosong setengah. Kita kebanyakan berpandangan negative terhadap pihak lain (sama seperti paragraf awal tulisan saya), padahal kalau kita bisa jernih dalam mengamati, biasanya kasus yang satu dengan yang lain saling kait mengkait bukan berdiri sendiri-sendiri. Dan jangan lupa wartawan juga manusia, kadang melakukan kesalahan dan jangan seenaknya terus-terusan berlindung dibalik UU Nomor 40 Tahun 1999.

Salam hangat,

-pembaca setia Kompas -