Monday, March 26, 2007

Catatan Senin Malam


Makan enak, akan terasa lebih nikmat dikala kita lapar dan dikala kita tidak sering menikmati santapan lezat. Kala lidah terbiasa dengan aneka rasa yang nikmat, serta perut senantiasa terisi penuh, sensasi rasa ketika lidah menyentuh makanan sering sekali menjadi hambar, dan santapan lezat menjadi sesuatu yang biasa dan kita kurang menghargainya.

Sama seperti makan, ketika setiap saat kita disuguhi film yang indah, yang indah itu pun menjadi sesuatu yang tidak istimewa. Perlu ada keseimbangan dalam hidup, sehingga kita dapat lebih menghargai suatu keadaan, dan tidak selalu merasa kita orang yang kurang beruntung.

Buat aku, sama seperti makan yang adalah kebutuhan jasmani, cerita indah, lagu indah dan pemandangan yang indah merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi, mungkin itulah yang dikenal dengan nama kebutuhan rohani.

Sudah lama rasanya aku tidak menyaksikan film yang bagus dikarenakan kesibukan yang rasa-rasanya tidak pernah berakhir. Rencana sudah banyak dikepala, ketika nominasi Oscar 2007 diumumkan. Babel sudah dibeli, Queen sudah masuk dalam koleksi terbaru, demikian juga dengan The Last King of Scotland, serta puluhan film lainnya. Tetapi rasanya 24 jam tidak cukup sehingga tidak pernah ada waktu untuk menikmati film-film tersebut, sampai kepada hari Minggu kemarin aku memutuskan untuk mengambil sedikit waktu aku menikmati santapan lezat : "Film yang berkualitas."

Benar kata Oprah, Forest Withaker bermain sangat bagus dalam film the Last King Of Scotland, sehingga sangat pantas di ganjar piala Oscar pemeran pria terbaik. Sebelum Oscar diumumkan pun aku sudah punya bayangan bahwa Oscar kali ini untuk pemera pria akan diberikan kembali kepada aktor kulit hitam yang berbadan besar tersebut. Awalnya seperti cerita kepahlawanan milik Paul Farmer, dokter yang mengabdikan diri menjadi sukarelawan di negara berkembang. Ternyata Dr. Garrigan hanya karakter antara buat kita untuk mengenal karakter Idi Amin, Presiden Uganda. Forest berhasil menampilkan potret Idi Amin dengan segala kegilaannya. Karakter yang penuh ironi, di puja sekaligus di benci rakyat Uganda. Disatu sisi dia mengangkat rasa kebanggaan sebagai orang Afrika, tetapi di sisi lain, dia menjadi horror buat lawan-lawan politiknya dan bahkan teman-teman dekatnya.

Satu hal yang terus menghantui aku ketika film itu berakhir. Ketika aku hanya menyaksikan hal tersebut melewati film, dibelahan bumi yang lain, ada orang mengalami horror seperti yang ditampilkan Idi Amin. Cerita Hitler, diulang kembali oleh Idi Amin, diulang kembali oleh Polpot, dan ribuan penguasa lainnya, yang bagi mereka, horror adalah satu-satunya bahasa yang mereka kuasai.


Idi Amin: A man who shows fear... he is weak, and he is a slave.

Nicholas Garrigan: If you're afraid of death... it just shows you have a life worth keeping.


Hmmm........ betapa beruntungnya aku, dapat tidur nyenyak malam ini, meski kami pernah punya Soeharto!