Sunday, October 02, 2011

Belajar Dari Pak Lorenso



Awalnya dia sedang memotong rumput tetangga sebelah rumah, ketika aku menawarkan untuk memotong rumput di halaman rumah, dia menjawab acuh tak acuh dan kurang antusias. Sehingga aku berpikir ya sudah pasti tukang rumput ini tidak mau memotong rumput rumahku. Ternyata dugaan ku salah, setelah menyelesaikan pekerjaan di rumah tetangga, tanpa banyak omong dia pun bergegas ke halaman rumahku dan memotong rumput.

Pada awalnya kami tidak berbicara banyak, ketika aku menanyakan nomor teleponnya dia berkata nanti minta ke tetangga sebelah. Aku menangkap sinyal kurang bersahabat sehingga aku memutuskan tidak banyak bertanya. Kemudian aku sibuk membersihkan rumah dan dia dengan tekun dan rapi memotong rumput halamanku. Bapak ini sungguh menjiwai pekerjaannya pikirku. TIdak saja memotong rumput, dia juga mencabut rumput liar disekitar bunga-bunga yang tidak bisa dipotong oleh mesin karena akan mengenai bunga tersebut.

Sesudah menyelesaikan pekerjaan, dia kemudian mengumpulkan rumput yang sudah dipotong. Kali ini pun pekerjaannya rapi, meminjam istilah Jansen Sinamo, tukang rumput ini seperti Rembrand yang sedang melukis, tetapi medianya rumput halaman rumahku, begitu menjiwai pekerjaannya dan membereskan yang kurang tepat, meski itu mungkin bukan bagian dari pekerjaannya.

Diakhir pekerjaan, hujan turun. Aku harus membayar upah dari pekerjaan itu disitulah obrolan kami dimulai. Bapak namanya siapa tanya ku? "Orang-orang dilingkungan sini mengenal saya dengan nama Pak Lorenso", katanya. Aku bertanya apakah dia orang NTT? Mengingat paras wajahnya mirip dengan orang Timur. "Tidak Pak, saya orang Buton!" Katanya lagi ! Saya kaget, Lorenso nama Katolik/Kristen sementara orang Buton mayoritas Muslim dan nama itu tidak lazim buat mereka. Aku menahan diri tidak bertanya lebih lanjut, tetapi kami berbincang hal yang lain yakni pekerjaannya. 

Hujan semakin deras, kami pun semakin akrab dalam obrolan.  Dia lalu menceritakan nama aslinya adalah La Ransu, majikan lamanya yang penganut Katolik kesulitan menyebut namanya sehingga mengusulkan mengubah namanya menjadi Lorenso agar mudah dihapal. Pak Lorenso awalnya mengojek dan mengantar anak majikannya kursus. Ketika kursus selesai, majikan menawarkan pekerjaan memotong  rumput halaman dengan gunting rumput disela-sela mengojeknya. Karena pekerjaannya bagus, ketika pindah ke luar kota, sang majikan menitip Pak Lorenso untuk memotong rumput di rumah para sahabatnya, lama kelamaan karena hasil kerjanya bagus perlahan-lahan warga komplek banyak yang menggunakan jasa nya, sampai akhirnya dia bisa membeli mesin rumput sendiri dan mendapat pelanggan bulanan lebih dari 20 rumah.

Rajin, rapih dalam bekerjaan dan tidak banyak menuntut itu ciri yang menonjol dari Pak Lorenso. Tetapi ada hal yang lain yang membuatku semakin kagum ketika berdiskusi dengan dia. Meski pendidikannya hanya tamat SD. Sejak usia 14 tahun dia telah menjadi tulang punggu bagi keluarganya karena ditinggal mati ayahnya sejak kecil. Dia menjadi buruh bangunan sejak usia 14 untuk membantu ibunya mencari makan buat keluarga. 

Ayah lima anak ini, sayang sama anak-anak dan keluarganya. Dia berkata, "Sebagai laki-laki saya malu kalau sampai tidak bekerja Pak! Kita yang harus cari makan buat istri dan anak-anak. Saya punya kenalan seorang pembantu," katanya, "Kasihan sekali dia. Suaminya suka minta uang ke dia. Si istri sampai hutang kiri kanan sehingga ketika gajian uang nya sudah tidak ada lagi karena gajinya sudah habis terpotong!" Saya sudah sarankan ke dia, "Kamu harus hati-hati kirim uang ke suami mu. Jangan-jangan uangnya dipakai untuk yang tidak benar. Kalau kamu kirim uang, mendingan ke anak kamu yang sudah SMA." Suaminya itu hanya memikirkan dirinya sendiri, katanya. Dia seharusnya sayang sama istrinya, ikut membantu cari uang bukan malah meminta-minta. Seharusnya suaminya itu malu jadi lelaki, kata Pak Lorenso. 

Obrolan kami berkembang ke cerita kekerasan dalam rumah tangga. Pak Lorenso berkata, "Saya tidak habis pikir laki-laki mau kasar atau meniduri wanita yang belum dinikahi. Apakah mereka tidak sadar bahwa mereka punya anak perempuan, atau saudara perempuan yang mungkin akan diberlakukan seperti itu?  Sambil tersenyum dia berkata, "Coba kalau semua orang tidak memikirkan dirinya sendiri, tentu dunia menjadi aman ya?"

Terima kasih Pak Lorenso untuk pelajarannya hari ini. Semoga bapak senantiasa diberi kesehatan sampai menyaksikan anak-anakmu berhasil nantinya. Bapak seperti ini akan menghasilkan anak-anak yang luar biasa. Semoga..!

No comments: