Wednesday, March 30, 2011

Hari ke – 3, ” Merauke, Surga Kecil yang Jatuh di Bumi*”




*)Diambil dari judul Kompas online tanggal 25 September 2009


Tanah Papua, tanah yang kaya. Surga kecil jatuh ke bumi. Itu adalah petikan syair lagu berjudul ”Aku Papua”. Merauke adalah bagian dari surga itu. Sebuah kabupaten di bagian selatan Papua seluas 4,5 juta hektar dan berpenduduk sekitar 300.000 orang.


Pagi ini sesudah mandi dan tanpa sarapan kami melaju menuju batas paling timur Republik ini yang terletak di Desa Sota. Sebelumnya kami singgah sebentar ke kantor untuk mengambil ban cadangan dan dongkrak mengingat tujuan kami adalah keluar kota dengan jarak tempuh kurang lebih delapan puluh kilo meter. Seperti sebelumnya, bang Ronnie menjadi sopir dan aku menjadi navigator, daerah yang pertama kami temui adalah, Taman Nasional Wasur.


Taman Nasional Wasur

Perjalanan sepanjang Taman Nasional Wasur berlangsung lancar tanpa halangan. Disepanjang perjalanan kurang lebih dua kali kami berhenti untuk mengangkut orang yang hendak menumpang mobil pick up kami, murah hati, memiliki pribadi yang hangat serta banyak bicara itu lah Bang Ronnie, sehingga setiap orang yang menghentikan mobil pickup kami untuk meminta tumpangan pasti akan dikabulkan Bang Ronnie. Disepanjang lintasan aku melihat tanah gundukan setinggi 2 – 7 meter di tepi jalan. Tanah gundukan tersebut bukanlah gundukan tanah belaka, melainkan merupakan rumah-rumah semut yang dibangun bertahun tahun. Penduduk disekitarnya menyebutnya “Musamus”. Rumah semut ini menjadi symbol semangat bagi masyarakat setempat.


Keanehan TN Wasur, sekitar 70 persen dari luas kawasannya berupa vegetasi savanna, sedang lainnya berupa vegetasi hutan rawa, hutan musim, hutan pantai, hutan bamboo, padang rumput, dan hutan rawa sagu yang cukup luas. Jenis tumbuhan yang mendominasi antara lain, apai-api (Avicenia sp), tancang (Bruguiera sp)Ketapang (Terminalia sp), dan kayu putih (Melaleuca sp).


Sedangkan satwa yang sering dijumpai disini, seperti, Kanguru pohon, Kesturi Raja, Kaswari Gelambir, Dara Mahkota/Mambruk, Cindrawasih Raja, Cindrawasih Merah, Buaya air tawar, dan buaya air asin. Sayangnya satwa ini sudah semakin jarang ditemui karena diburu oleh penduduk dan oknum Militer dan Polisi yang digunakan sebagai makanan atau cinderamata.


Salah satu daerah yang tak kalah menariknya di TN Wasur ini, Danau Rawa Biru. Disini berbagai jenis satwa seperti burung migrant, Walabi, dan Kasuari sering dating dan menghuni di Danau tersebut. Danau ini sering disebut “Tanah Air”karena ramainya berbagai kehidupan satwa - satwa.


Sota, Tapal Batas Republik Indonesia

Melewati TN Wasur, kami menjumpai tugu kembar yang merupakan kembaran tugu yang sama yang terletak di Kota Sabang!! Tetapi kami terus melaju karena tujuan utama kedatangan aku ke Merauke adalah melihat daerah paling timur Indonesia, setelah pada bulan Maret tahun ini aku berkunjung ke Km 0, daerah paling barat yang terletak di kota Sabang. Mendekati tugu perbatasan Republik Indonesia dan Papua New Guinue (PNG) kami menjumpai Pos Imigrasi perbatasan yang dijaga oleh anggota Kopassus berpakaian preman. Setelah melapor sebentar kami meneruskan perjalanan dan akhirnya menemui markas Infantri yang menjaga daerah Perbatasan PNG-RI di Desa Sota Merauke. Komandan Kompinya masih mudah, berusia dua puluhan tahun, karena suasana perbatasan yang relatif kondusif Komandan Kompi dan anak buahnya yang baru berdinas satu bulan diperbatasan ini mengisi hari-hari mereka dengan bercocok tanam. Kebetulan Pasukan Infantri yang berdinas di daerah perbatasan ini berasal dari Nabire. Sepintas terlihat wajah anggota pasukan Komandan Iman adalah para tentara muda dan mungkin belum pernah bertempur.


Kami berhenti untuk melapor karena ini merupakan kantor Pemerintahan resmi yang paling dekat dengan daerah perbatasan. Kami juga perlu tahu apakah daerah perbatasan aman untuk dikunjungi atau tidak. Kami berbincang beberapa saat dan mereka kelihatan gembira karena ada orang dari kota yang mengunjungi mereka. Satu hal saja yang membuat mereka sedih karena tidak ada sinyal handphone di daerah tersebut, tidak seperti daerah perbatasan lain di Papua : Jayapuran dan Tanah Merah, kedua tempat ini sudah terjangkau sinyal handphone. Sedih karena mereka tidak dapat berkomunikasi dengan anak dan istri di era telekomunikasi ini. Ketika kami pamit karena harus ke daerah perbatasan, Komandan Iman memerintahkan salah satu anak buahnya mengawal kami. Seumur hidup baru kali ini aku jalan didampingi pengawal bersenjata otomatis dengan peluru yang siap ditembakkan.


Hanya beberapa menit dari Pos terakhir tentara tersebut kami akhirnya sampai dititik paling Timur Republik ini yang ditandai plat besi tanda tera daerah perbatasan yang diakui dunia internasional serta disampingnya ada tugu yang tertulis koordinat yang tertera di plat besi itu : 141 1’ 10” E dan 08 25’ 45” S. Rasa-rasanya tombol rana Kamera tidak berhenti aku tekan karena senangnya aku bisa sampai daerah perbatasan yang telah kuidam-idamkan sejak lama. Sekeliling tugu perbatasan itu dibuat taman sehingga terlihat lebih cantik. Yang menarik berdekatan dengan tugu tersebut terdapat rumah semut yang bernama Musamus. Kurang lebih 30 menit kami berada di perbatasan kemudian Bang Ronnie memanggilku agar segera bergerak ke lokasi lainnya menuju Kampung Urumb untuk mengunjungi tempat persembunyian bang Ronnie kala stress, Pantai Urumb.


Kami pun bergegas menuju ke kota, tetapi sebelumnya singgah sebentar untuk mengantar kan pengawal kami serta berpamitan dengan Komandan Iman. Tidak lupa kami juga singgah di tugu kembar yang dibuat dua buah. Satu dipasang di kota Sabang dan satu lagi di kota Merauke. Kami mengambil beberapa foto di lokasi tugu tersebut. Dalam hati aku berujar betapa beruntungnya aku karena pernah mengunjungi dua tugu kembar tersebut.


Kampung Urumb

Kurang lebih dua jam kami habiskan dijalan dari daerah perbatasan menuju Kampung Urumb. Menuju Kampung Urumb, kami melewati Jembatan Desa Kuprik yang merupakan jembatan terpanjang di Papua. Lebar sungainya melebihi sungai Mahakam di Samarinda. Karena sudah lapar, dalam perjalanan kami berhenti untuk membeli Nasi Bungkus dan menyantapnya pada siang hari terik jam 1 siang, dipinggir jalan menuju Kampung Urumb yang berdebu dibawah sinar matahari yang terik tanpa pelindung! Kami tidak enak apabila makan di Kampung Urumb karena Cuma membeli dua bungkus makanan.


Sampai di Kampung Urumb, bang Ronnie lantas memanggil saudara-saudaranya dari pinggir jalan untuk menemani kami menuju ke Pantai. Kami pun berjalan kaki kurang lebih sejauh satu kilometer menuju pantai dengan ditemani Kris, salah satu keponakan bang Ronnie. Hal yang mengesankan, ketika sampai dipantai Bang Ronnie kemudian meminta bantuan warga Kampung Urumb yang berada di pantai utk menjaring ikan ke laut agar kami makan. Selorohnya, saya ada bawa tamu penting jadi kalian harus cari ikan untuk tamu ini. Kami pun menuju pinggiran laut untuk memasang jaring penangkap ikan. Kurang lebih satu jam dengan tiga kali menarik jaring akhirnya kami dapat cukup banyak udang dan ikan yang seukuran telapak tangan anak kecil. Bahkan pada tarikan jaring yang kedua kami mendapat anak Pari dan kepiting yang berukuran besar. Ikan dan udang yang paling enak adalah, ikan dan udang yang segar yang baru ditangkap, rasanya pasti gurih dan manis. Setelah udang tersebut selesai direbus kami pun pesta udang dengan minuman air kelapa muda!


Sekitar jam empat lebih beberapa menit kami memutuskan pergi dari pantai menuju mobil yang diparkir cukup jauh dari kantor. Setelah puas berputar-putar di Kampung Urumb, kurang lebih pukul lima lewat kami pun meninggalkan pantai menuju kota.


Malam Terakhir di Merauke

Sampai dirumah, Bang Ronnie berubah menjadi koki, memasak udang tepung segar yang manis rasanya, dan aku kebagian memasak nasi. Sesudah makan malam di rumah, kami ke kantor untuk mengecek email yang masuk serta info terbaru yang berhubungan dengan pensiun dini Perusahaan kami. Bang Ronnie sudah memutuskan untuk pensiun lebih awal karena ingin beristirahat dan berkumpul dengan keluarganya di Surabaya.


Mamat di Sabang dan Bang Ronnie Rober Oei di Merauke, dua sahabat yang membuat perjalanan ku menjadi luar biasa. Berwisata sambil melebur dengan kebudayaan warga setempat adalah pengalaman yang tidak akan terlupakan dan tidak dapat dibeli dengan uang. Karena kita bertemu dengan orang-orang seperti ini bukan melalui travel agent, tetapi kebanyakan karena pertemuan-pertemuan yang tidak disengaja atau melalui sahabat yang tinggal di daerah wisata tersebut.


Karena seharian melakukan perjalanan, malam ini kami tidur lebih cepat karena kelelahan, jam sembilan malam bang Ronnie sudah tidur, aku menrapikan barang-barang karena besok pagi harus melanjutkan perjalanan menuju Biak.


No comments: