Sunday, June 17, 2012

Corporate University - Cara GE Membentuk Pemimpin Global (bagian-4 Tamat)




Kapitalisasi pasar General Eelectrics (GE) saat ini merupakan setengah dari kapitalisasi pasar GE pada kondisi sebelumnya, yaitu sebesar USD$200 milyar. Kekuatan utama GE yang sesungguhnya terletak pada kemampuan GE dalam mengidentifikasi dan membentuk pemimpin, sebagaimana kesaksian para CEO yang pernah bekerja untuk GE. 

Hal tersebut merupakan hasil dari peran yang dijalankan oleh Corporate University secara maksimal melalui fasilitas pembelajaran di Crontoville, New York, yang merupakan Corporate University tertua di Amerika Serikat. Ketika bisnis menjadi lebih global, bagaimana dengan perubahan pengembangan kepemimpinan di GE? Bagaimana GE menggunakan teknologi untuk mengajarkan kepemimpinan? Apa dampak masuknya Generasi Facebook dalam pengajaran kepemimpinan? Susan Peters – Chief Learning Officer dan Vice President for Executive Development GE menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dan pembahasan terkait lainnya dengan Knowledge@Wharton.

Knowledge@Wharton (KW) : Dapatkah Anda memberikan gambaran mengenai Corporate Learning di GE?

Susan Peters (SP) : GE telah terlibat dalam pelatihan dan pengembangan selama lebih dari 60 tahun. Kami memiliki Corporate University tertua di Amerika Serikat di Crotonville. GE membeli properti tersebut pada pertengahan tahun 1950-an dan mulai mengajarkan ilmu manajemen yang memakan waktu 13 minggu per kelasnya. Saya tahu bahwa hal tersebut agak sulit untuk dipercaya. Tentu saja, GE telah berkembang, saat ini waktu terlama untuk menyampaikan sebuah bidang ilmu adalah 3 minggu per kelasnya. Jika Anda berpikir mengenai pendidikan, hal tersebut sangat mendasar dan akar dari budaya perusahaan di GE.

Untuk memberikan gambaran dari apa yang dilakukan, GE memiliki pendekatan yang dinamakan GE Global Learning. GE membagi hal tersebut menjadi 3 area. Yang pertama adalah Kepemimpinan. Yang kedua adalah Keterampilan, yang berdasar pada fungsi – finance skills, marketing skills dan lain-lain. Yang ketiga adalah Bisnis. 

Apa yang kita coba ajarkan adalah pengetahuan yang sifatnya khusus dan diperlukan untuk bisnis atau industri dimana GE berkecimpung. Seperti yang Anda ketahui, GE merupakan perusahaan yang bergerak diberbagai industri mulai dari penerbangan sampai dengan kesehatan bahkan jasa keuangan, sehingga kami harus mengajarkan berbagai bidang ilmu yang spesifik dalam masing-masing industri tersebut. Jika Anda melihat 3 pembagian tersebut dan menjumlahkan secara keseluruhan termasuk seluruh pelatihan dan program, GE menghabiskan sekitar $1 miliar per tahunnya.

KW : Bagaimana Anda mendefinisikan tujuan Anda dalam mengajarkan kepemimpinan?
SP : Misi GE dari pengajaran kepemimpinan adalah untuk menginspirasi, menghubungkan dan mengembangkan para pemimpin hari ini dan esok. Itu tujuan kami. Di Crontoville, kami memberikan berbagai pengalaman kepada para peserta pelatihan. Dengan memberikan hasil pekerjaan terbaik kami kepada para peserta pelatihan yang datang ke Crontoville, akan menimbulkan multiplier effect yang sangat besar. Setelah kembali ke dunia kerja, mudah-mudahan mereka melakukan hal yang sama – menginspirasi, menghubungkan, dan mengembangkan orang-orang yang bekerja untuk mereka, dan yang tidak dapat menghadiri pelatihan di New York.


KW : Siapakah segmen yang didahulukan? Pada tingkatan organisasi mana kepemimpinan dikembangkan? Apakah pelatihan tersebut ditawarkan atau apakah Anda menargetkan segmen tertentu?
SP : Program Pengembangan Kepemimpinan dijalankan di berbagai tingkatan organisasi. Saya coba segmentasikan populasi GE untuk Anda. GE memiliki sekitar 290.000 karyawan. Kurang dari setengah populasi tersebut adalah para profesional dan selebihnya adalah karyawan yang bekerja di pabrik. Upaya pengembangan yang saya maksudkan diimplementasikan hampir seluruhnya untuk para profesional. Jadi mari kita asumsikan, kita berbicara tentang 150.000 orang – setengah dari mereka berada di luar Amerika Serikat. 150.000 karyawan yang tersebar di seluruh dunia adalah segmen utama GE. 

Kami menggunakan pendekatan anak tangga untuk pembelajaran kepemimpinan di GE. Pertama, kami memiliki serangkaian Program On-Demand yang tersedia 24/7 melalui komputer. Kami memiliki enterprise-wide license dengan beberapa vendor untuk menyediakan materi pembelajaran. Kami memastikan bahwa konten ini mencakup berbagai topik mulai dari keterampilan manajemen sampai dengan keterampilan proyek – kami menggunakan bermacam-macam video, materi yang dapat diunduh, dan lain-lain. Kami telah mendorong karyawan untuk menggunakan fasilitas pembelajaran yang telah kami sediakan. Fasilitas yang telah kami sediakan bukan merupakan bagian terpenting dari pembelajaran kepemimpinan di GE. Itu merupakan hal yang mendasar dan harus tersedia.  

Tahapan berikutnya mengenai berbagai keterampilan penting. Kami mempunyai 13 keterampilan kepemimpinan yang harus dimiliki oleh setiap orang, termasuk presentation skills, project management skills, pemahaman umum bidang keuangan, dan sebagainya. Pembelajaran bidang ilmu ini dikelola oleh karyawan Crotonville tetapi harus disampaikan keseluruh bisnis GE yang berada di seluruh dunia. Aktivitas tersebut dilakukan melalui konsep Train the Trainer (TTT). Integritas tentu saja dipertahankan karena karyawan Crotonville memastikan bahwa orang yang mengajar telah terlatih dan bersertifikat.

Satu tahap diatasnya, kami memiliki apa yang disebut Pelatihan Dasar. Ini adalah pelatihan dimana individu datang ke fasilitas GE dan menghabiskan waktu di sana. Pelatihan ini memakan waktu satu minggu penuh dan ditawarkan di seluruh bisnis GE di dunia. Ada 4 program utama. Kami memiliki Pelatihan Dasar Kepemimpinan yang akan ditawarkan di awal karir seseorang, katakanlah di awal tiga tahun pertama. Kemudian, ada Pelatihan Pengembangan Kepemimpinan, Pelatihan Manajer Baru dan Pelatihan Manajer Lanjutan. Pelatihan tersebut akan memakan waktu 10 tahun pertama dalam karir karyawan. Pelatihan dapat diberikan mungkin setiap tahun atau setiap tiga tahun sekali.

Kemudian kita sampai pada Pelatihan Tingkat Eksekutif. Pelatihan ini memakan waktu selama 3 minggu penuh dan hanya ditawarkan di Crotonville – disana ada Pelatihan Pengembangan Manajer, Pelatihan Manajemen Bisnis dan Pelatihan Pengembangan Eksekutif. Pelatihan tersebut sudah berada di GE sejak tahun 1960-an sehingga mereka mempunyai aspek historis dan merek internal.

Kursus terakhir yang kami tawarkan adalah untuk tim. Jadi kami menawarkan program kepemimpinan untuk semua orang dan di semua tingkat.

KW : Ketika beralih ke tingkatan selanjutnya, apa yang Anda lihat? Anda memulai dengan 150.000 profesional. Dapatkah Anda memberikan skala?
SP : Jumlah penggunaan Program On-Demand bervariasi dari tahun ke tahun. Anda mungkin menemukan 50.000 sampai 60.000 orang per tahun yang memanfaatkan program pelatihan tersebut. Adapun sisanya, sekitar 9.000 orang per tahun mengikuti pelatihan di fasilitas yang berada di GE.  Anda terbang ke Crotonville, New York atau ke Munich, Jerman, atau Shanghai, Cina atau di mana pun kami menawarkan pelatihan.

KW : Crotonville, tentu saja, adalah tempat yang terkenal. Sesuai dengan yang Anda katakan sebelumnya, telah menjadi pusat kegiatan pendidikan di GE sejak 1950-an. Berapa banyak pusat-pusat lainnya di GE yang telah dikembangkan di seluruh dunia untuk menjadi titik fokus pembelajaran bagi perusahaan?
SP : Kami telah mengembangkan berbagai pusat penelitian lainnya di Shanghai, Cina, Munich, Jerman dan Bangalore, India. Kami juga sering mengajar di tempat-tempat tersebut. Tempat tersebut sudah menjadi rumah kedua kami. Kami banyak melakukan pengajaran kepemimpinan ala Crotonville  di Munich, Shanghai, Bangalore, dan juga di beberapa tempat lainnya  di seluruh dunia. Dalam beberapa kasus, pelatihan diberikan dengan memanfaatkan fasilitas hotel. Fasilitas Crotonville di New York adalah satu-satunya tempat pelatihan yang memiliki akomodasi tersendiri. Kami memiliki 188 kamar. Di lokasi lain, kita memanfaatkan sebuah hotel lokal.

KW : Penjelasan Anda sangat menarik mengenai budaya belajar di GE. Apakah Anda menemukan perubahan dalam konteks budaya saat Anda mengembangkan konten untuk pengajaran kepemimpinan? Dengan kata lain, apakah ada beberapa hal yang tidak sesuai atau Anda dapat menggunakan konten yang sama di berbagai belahan dunia?
SP : Hal pertama yang harus disadari saat kita akan menyusun program pelatihan atau pembaharuan materi adalah penyusunan dan pembaharuan ini harus dilakukan oleh tim global. Tim ini biasanya akan berkumpul di Crotonville atau Munich atau bahkan di Bangalore untuk melakukan penyusunan atau pembaharuan. Akan tetapi, mereka lebih sering melakukan pembaharuan. Mereka harus selalu meminta masukan dari peserta pelatihan untuk memastikan bahwa kelas yang mereka ikuti menyampaikan konten yang paling kontemporer dan sesuai dengan kurikulum. Jadi, mereka akan memulai dengan masukan tersebut.

Elemen kedua adalah saya memiliki seseorang dalam tim saya yang berkantor pusat di Munich dan satu lagi yang mencakup Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Seseorang di tim saya berkantor pusat di New Delhi dan ia meliputi wilayah Asia Pasifik. Tugas mereka adalah untuk memastikan bahwa isi pelatihan diajarkan dalam lingkungan lokal, diajarkan dengan budaya yang sesuai. Inti dari kepemimpinan, kita percaya, adalah sama di seluruh dunia, sehingga kita tidak mengubah fundamental atau konten. Tapi selalu ada aspek budaya dan para pemimpin lokal memastikan bahwa itu tertanam dalam pelatihan.

KW : Seberapa jauh Anda memanfaatkan teknologi dalam upaya pengembangan kepemimpinan? Apa pengalaman Anda? Apa pro dan kontranya?
SP : Jawabannya mungkin agak bimodal. Ada unsur dari tata cara pengajaran GE bahwa pengajaran akan selalu dilakukan secara tatap muka dan, oleh karena itu, teknologi mungkin akan kurang berperan. Saya berpikir bahwa kita tidak akan pernah beralih ke kondisi di mana kita hanya belajar melalui media teknologi atau e-learning saja. Kami benar-benar percaya bahwa "menginspirasi, menghubungkan, dan mengembangkan" terjadi dengan dampak nyata ketika orang secara fisik bersama-sama dalam satu ruangan. Jumlah informasi akan sangat banyak ketika seluruh karyawan yang terpecah secara fungsi dan geografi berkumpul dalam suatu ruangan. Sebagai contoh, di Crotonville terdapat 40% atau 50% peserta yang berasal dari luar Amerika Serikat dari berbagai bisnis dan industri GE, termasuk berbagai fungsi.

Bagian bimodal lainnya adalah bahwa kita benar-benar mencoba untuk memanfaatkan dan memasukan teknologi ke dalam proses pembelajaran. Saya sebutkan sebelumnya GE memiliki Program On-Demand dan bagaimana kita berusaha untuk membuat orang untuk mengunduh podcast atau jenis lainnya yang dapat dengan mudah diakses ataupun didengarkan di mobil, dan lain-lain. Beberapa dari hal tersebut hanya mengajarkan orang pada apa yang tersedia dan bagaimana melakukannya serta membuat belajar sebagai bagian dari kehidupan.

Kami telah menyediakan beberapa perlengkapan yang sangat membantu di Crotonville. Kami menggunakan TelePresence, yang memungkinkan kita untuk menghubungi pemimpin dari bagian lain dunia berbicara kepada peserta pelatihan secara real time. Kami juga memiliki ruang kolaborasi virtual, yang memungkinkan orang untuk bekerja dengan tim di Crotonville bersamaan dengan ruang yang mempunyai struktur sama di tempat lain di dunia. Kami mendorong karyawan untuk belajar dan menggunakan alat-alat baru ketika mereka datang ke Crotonville atau mengambil kelas, dan kita minta mereka juga melaporkan menggunakan WebEx atau Webcam pada laptop mereka sehingga mereka merasa nyaman menggunakan alat tersebut, tidak hanya dalam kelas pelatihan saja tetapi juga di lingkungan bisnis mereka ketika mereka pulang.

Kami memiliki Kindles. Kami memiliki surat kabar global yang tersedia pada portal sehingga orang dapat - dengan layar sentuh - membuka Times China Daily sambil duduk di lobi gedung pendidikan kita. Hal seperti ini ditunjukkan untuk menekankan bahwa alat-alat tersebut merupakan bagian dari kehidupan kita sekarang dan belajar itu tidak hanya tentang kepemimpinan saja tapi ini tentang penggunaan teknologi baru.

KW : Apa pendekatan Anda untuk pembelajaran berbasis tim?
SP : Pelatihan tersebut merupakan pelatihan yang kami berikan dengan penuh percaya diri. Kami memulai program ini pada musim semi tahun 2006 sebagai pilot-project. Ini adalah pertama kalinya GE benar-benar mendorong pelatihan kepemimpinan tim tingkat senior. Dengan itu, General Manager dari unit P&L dan seluruh timnya datang ke pelatihan ini. Ini adalah pelatihan selama satu minggu. Kami menyebutnya LIG, yang merupakan singkatan dari Leadership, Innovation and Growth (Kepemimpinan, Inovasi dan Pertumbuhan). Pada dasarnya, tim ini memanfaatkan waktu untuk belajar mengenai isu-isu lingkungan atau bisnis saat ini dan membangun strategi mereka untuk menjadi pedoman, yang disusun dengan lingkup waktu selama 3 tahun kedepan. Ini adalah pemicu untuk tim bisnis untuk membangun strategi mereka.

Materi apa saja yang diberikan? Ketika kami pertama kali melakukannya dalam kurun waktu tahun 2006, 2007 dan 2008, kami melakukan hal-hal seperti segmentasi pasar, inovasi dan membangun kesinambungan. Saat ini, kita sedang menyusun materi yang jauh lebih mencerminkan lingkungan kondisi saat ini. Kami fokus pada tema-tema seperti seeing around corners, scenario planning, dan peripheral vision. Kami selalu memiliki beberapa inovasi dan elemen globalisasi. Kami selalu mengajarkan kepemimpinan.

Corporate University - Sebuah Keharusan? (bagian-3)




Oleh : Hotasi Nababan (Mantan Dirut Merpati dan Ex Pegawai GE)


Setiap pemimpin yang sedang melakukan transformasi akan menghadapi pertanyaan: kemana arah perubahan, berapa besar perubahan itu, dan berapa cepat eksekusinya. Jika anda disitu, anda akan menghadapi ketidakpastian yang sangat besar yang membuat anda menjadi super-ragu. Anda akan menjadi heran sendiri, bagaimana bisa menjadi sangat takut mengambil keputusan untuk berubah padahal anda telah memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas tentang management. Bila anda pernah menjadi seorang konsultan, maka jawaban ketiga pertanyaan itu akan anda jawab dengan mudah dengan berbagai opsi dan scenario kuantitatif.

Investasi Pendidikan Demi Kelangsungan Perusahaan

Menjadi pelaku pemimpin: sangat berbeda. Anda bukan pengamat, tapi pelaku langsung. Jika perubahan gagal, masa depan karir anda yang dibangun bertahun-tahun terancam.resiko makin tinggi bagi Pemimpin perusahaan besar. Seperti seorang kapten kapal induk yang harus melakukan keputusan mengubah arah kapal disaat kapal sedang bocor dan ditengah badai, otak dan keterampilan yang ada seperti macet, tersandera oleh kekhawatiran akan sisi kapal. Menunda keputusan karena terlalu khawatir hanya akan membuat kerugian lebih besar.

Setiap airlines yang mengutamakan safety akan mencurahkan anggaran besar bagi pelatihan seluruh crew dan teknisinya. Pelatihan itu tidak hanya meningkatkan keterampilan dan kewaspadaan menghadapi bahaya, namun juga menjaga paradigma mereka terhadap perubahan operasional. Setiap pilot wajib mengikuti pelatihan dengan simulator minimal 2 kali setahun. Simulator memberi program kejutan, seperti landing-take-off di beberapa airport dengan cuaca berbeda. Biaya pendidikan bagi sebuah airlines berkisar antara 3-5 % dari Revenue setiap tahun. Tidak heran Singapore Airlines menyisihkan Rp 3 Trilyun, atau 3% dari Revenuenya demi menjaga reputasinya.

Apakah Corporate University Perlu ?

Jika anda memimpin sebuah perusahaan besar yang canggih, berapa kali kah anda mengikuti pelatihan keterampilan mem-piloti perusahaan untuk mampu bermanuver dalam badai persaingan? Apakah sebuah simulator perusahaan terstruktur seperti Corporate University dibutuhkan?

Jika perusahaan anda memiliki karyawan di atas 10.000 orang dan bisnis yang digeluti sangat beragam sehingga membutuhkan konfigurasi Human Capital yang rumit, maka jawaban cepat saya: Harus! Memimpin sebuah perusahaan dengan 1000 karyawan tentu sangat berbeda dengan sebesar 10.000 karyawan di industri yang sama. Magnitude permasalahan yang dihadapi bukan 10x, namun bias membuat permutasi masalah yang jauh lebih besar, kira-kira (10.000/1000)^2, atau 1000x! setiap relasi manusia di dalam perusahaan bias menghasilkan jaringan rumit yang bias kontra-produktif seperti orkes besar dengan partitur yang dibaca berbeda.

Corporate University sangat membantu CEO perusahaan besar. Unit ini akan merancang software yang dibutuhkan perusahaan untuk hidup dan berubah bila diperlukan. CEO atau Direktur Utama lah yang memiliki kepentingan terbesar dari sebuah Corporate University. Pendidikan terintegrasi tidak bisa di-outsource. Beberapa modul bisa di-outsource, namun komposisinya harus dirancang dan dipelihara oleh Corporate University itu.


Perbedaan Pusdiklat dan CU

Corporate University berbeda dari pusdiklat yang umumnya dimiliki banyak perusahaan. Pusdiklat mengutamakan keterampilan yang menjadi keunggulan operasional perusahaan. Banyak materi pelatihan yang sama diantar keduanya, tetapi pusdiklat selalu menekankan kepada penguasaan/mastery dari setiap modul. Corporate University

Mengutamakan peningkatan kecerdasan/inteligensia perusahaan untuk melakukan perubahan, mengeksekusi inisiatif strategis, dan menyebar ”best practices” di antara unit usaha dan dari luar. Perusahaan yang cerdas sangat sulit dibentuk walaupun anggota management cerdas. Diperlukan pelatihan bersama yang konsisten.
Memimpin BUMN besar sangat menguras energi karena perbedaan paradigma alami yang dibawa setiap anggota Direksi. Gawatnya lagi, Direktur Utama bukanlah CEO seperti di AS, tetapi hanya salah satu anggota Rapat Direksi. Direktur Utama BUMN terpaksa harus tarik-ulur dengan Direksi lain agar mereka bersedia ”aligned”. Jika masih ada yang tidak ”aligned”, Direktur Utama bisa mengadu ke Meneg BUMN untuk menegur hingga mengganti Direksi)


Crotonville Corporate University Bergengsi

Pada saat saya di General Electric, Crotonville telah menjadi oasis besar bagi setiap karyawan GE. Setiap program dirancang untuk tingkat management yang berbeda, dari junior, madya, hingga advanced. Mendapat undangan ke Crotonville seperti lebih berharga daripada memperoleh bonus tahunan, di Crotonville, kami serasa dibawa ke ketinggina 10000 kaki untuk melihat GE seperti Jack Welch memelototinya setiap hari. Hal ini sangat membantu kami memahami isi kepala pimpinan GE dalam situasi dilematis. 

Kami memahami kebijakan yang bagi kami di bawah terasa kontroversial seperti menutup unit bisnis, atau mengeluarkan karyawan yang tidak perform. Kuliah dan interaksi di dalam kelas seperti sebuah percepatan proses pembelajaran memimpin unit bisnis GE. Mataeri yang padat disampaikan dengan sistematis dan kreatif. Seluruh program itu dirancang oleh Tim Crotonville yang sangat memahami dunia usaha dan dunia pendidikan. Mereka bukan hanya pengajar dari universitas unggul di AS, tetapi juga telah memiliki pengalaman nyata menjalankan perusahaan atau konsultan.

Kisah sukses Crotonville bagi GE sudah banyak ditulis dan dipuji. Demikian juga dengan Corporate University lainnya seperti IBM, Telkom, Astra, atau Danamon. Saya mencatat ada tiga faktor utama mengapa Crotonville sangat berhasil. Ketiga faktor ini diluar hal-hal yang dikagumi orang seperti fasilitas kampusnya yang lengkap, staf pengajar yang terkenal, dan komitmen anggaran yang sangat besar.

Crotonville mengikuti Visi Jack Welch sebagai CEO. Tunggal. Tidak gado-gado, atau kompromi antara keinginan anggota Direksi, atau bahkan hanya mengikuti Direktur SDM sebagai pembina. Jack Welch adalah dirigen tunggal. Crotonville membuat partitur yang sistematis. Management memainkan konser itu sesuai dengan karakteristik setiap unit dan orang. Visi Jack yang revolusioner seperti “be number 1 or 2” dengan nilai-nilai “speed”, “hate bureaucracy:, “boundariless” betul-betul dijadikan program yang mudah dicerna bagi peserta pelatihan Crotonville tidak pernah menanyakan arahan dari siapapun selain Jack.

Saya tidak setuju sistem kepemimpinan kolektif perusahaan seperti di Indonesia. Namun karena UU mengharuskan itu, maka Direksi sebagai tim harus bisa sepakat akan Visi perusahaan dan derivatifnya. Tidak boleh ada deviasi. Sebaiknya seluruh anggota Direksi rela mengikuti Bisi yang diajukan Direktur Utama. Gerak perusahaan akan jauh lebih cepat jika Direksi “aligned” terhadap Visi itu. Corporate University kemudian yang merancang derivatif Visi dan cara perilakunya agar perusahaan menjadi cerdas.

Tim Crotonville diberikan kebebasan untuk menyusun program dan memilih metoda yang efektif agar tujuan pencerdasan itu tercapai. Tentu saja Jack masih bisa mem-veto program apabila bertentangan dengan Visinya. Namun hal itu tidak pernah terjadi. Bahkan Jack sering menantang Crotonville untuk membuat metode baru supaya para peserta lebih gila lagi mengeluarkan ide-ide baru. Staf pengajar Crotonville bekerja keras mengumpulkan studi kasus dari luar dan dalam GE yang tidak bisa diperoleh umum seperti HBS. Beberapa studi kasus berasal dari rahasia sukses para pesaing. Studi kasus itu selalu dimodifikasi setelah sebuah program selesai, karena masukan dari peserta menambah pemahaman akan kasus itu.

Materi program bervariasi, tetapi biasanya terdiri dari 3 bagian utama yang konsisten disajikan: ”GE Today”, ”Our Values”, ”New Challenges”. Bagian pertama membawa peserta ke isu strategis yang dihadapi pimpinan GE termasuk Jack. Kita melakukan simulasi sedemikian rupa sehingga kami memahami cara pikir Jack. Bagian kedua menyangkut hal fundamental perusahaan, yaitu integritas dan perilaku setiap hari. Materi ini seperti kegiatan ritual seperti doktrin agama. Bagian ketiga melihat tantangan ke depan yang membutuhkan keberanian untuk berubah atau melakukan tindakan berbeda. 

Studi Kasus dibedah bukan untuk memperoleh solusi bisnis yang memberi kuantitatif terbaik seperti di MBA School umumnya, tapi para peserta dibawa kedalam proses pengambilan keputusan yang sulit yang membutuhkan nyali besar (guts) seperti di dunia nyata. Keputusan yang diambil biasanya dilematis, tidak ada yang mudah. Namun inilah kesempatan paling mahal bagi kita peserta untuk memperoleh jam terbang sekelas Jack dan pimpinan lain.

Penyesalan

Salah satu hal yang saya sesalkan tidak saya lakukan di Merpati adalah meningkatkan Training Center yang ada ke program khusus untuk meningkatkan kecerdasan Management dalam menghadapi krisis. Program Change yang dilakukan hanya melalui change agents di tingkat struktural. Namun karena setiap hari menghadapi krisis (fire-fighting) maka proses berpikir cerdas untuk menjadi terobosan menjadi terlupa.

Jika anda Direktur Utama dari sebuah perusahaan besar, inilah kesempatan emas anda untuk membuat sebuah Corporate University yang akan membantu anda mencapai perubahan Visi dari anda. Perusahaan yang ”aligned” akan mengurangi resiko gagal. Belum lagi semangat kebersamaan untuk melakukan perubahan akan mudah di mobilisasi. Anda bisa menggunakan kesempatan tatap-muka dengan lapis management madya dan bawah disetiap program. Management anda juga akan lebih cerdas menghadapi persaingan dan tantangan baru di depan. Pendek kata, inilah investasi anda yang paling ”murah-meriah” untuk mewujudkan Transformasi.

Corporate University - Mencetak Great People (bagian - 2)



Written by Yodhia Antariksa Posted September 10, 2007 at 1:02 am
http://strategimanajemen.net/2007/09/10/mencetak-great-people-melalui-corporate-university/


Sekolah bisnis mana yang layak disebut sebagai terbaik di dunia? Sebagian orang mungkin akan menyebut nama Harvard Business School, atau Wharton School of Business, atau mungkin MIT. Namun bagi sebagian yang lain, yang layak dianggap sekolah bisnis terbaik adalah GE Campus at Crottonville. Sebabnya sederhana: berdasar survei, kampus GE ini ternyata lebih banyak menghasilkan CEO dan business leaders hebat dibanding sekolah bisnis manapun di dunia ini.

GE Campus yang berlokasi di Crottonville, USA, boleh jadi merupakan contoh terbaik tentang proses pengembangan corporate university. Disinilah, segenap manajer GE dari seluruh dunia digembleng dan ditempa untuk menjadi great leaders yang mampu menggerakan roda bisnis GE menuju kesempurnaan prestasi. Ketika masih menjabat CEO GE, Jack Welch senantiasa menyebut GE Campus sebagai salah satu elemen terpenting bagi kegemilangan prestasi bisnis GE.

Bagi banyak organisasi kelas dunia, konsep pendirian kampus perusahaan semacam GE Campus telah banyak dilakoni. Selain GE Campus, kampus perusahaan lain yang juga tenar adalah Motorola University yang dikenal sebagai pelopor gerakan mutu Six Sigma. Contoh lainnya adalah McDonald University, tempat dimana semua calon pemilik usaha franchise McD dari seluruh dunia digembleng untuk memahami bagaimana menjual hamburger. Dalam konteks lokal, kita mungkin mengenal Astra yang memiliki kampus bernama Astra Management Development Institute. Atau juga TNI AD, yang SESKOAD-nya mungkin layak dianggap sebagai salah satu kampus yang paling teruji dalam mencetak future leaders.

Sejumlah nama yang disebut diatas merupakan contoh organisasi yang percaya akan keampuhan corporate university bagi peningkatan kapasitas SDM mereka. Seperti namanya, konsep corporate universuty ini sebenarnya merujuk pada pengembangan suatu “universitas” didalam entitas suatu perusahaan – tempat dimana para karyawan menjalani proses pendidikan dan pelatihan yang terpadu dan sistematis. Pendeknya, tempat ini ibarat kawah candradimuka dimana suatu perusahaan/organisasi menggembleng calon-calon eksekutifnya dimasa depan.

Lalu, langkah semacam apa yang mesti dilakoni untuk mendesain corporate university? Disini terdapat sejumlah proses yang layak disebut. Yang pertama-tama harus dilakukan adalah menentukan desain kurikulum yang komprehensif dan terpadu. Desain kurikulum ini mestilah mengacu pada arah strategi bisnis masa depan — sehingga dengan demikian akan ada koneksi yang kuat antara pengembangan SDM dengan kebutuhan strategis perusahaan. Pada sisi lain, perancangan kurikulum ini juga mesti berbasis pada profil kompetensi yang dibutuhkan untuk peningkatan kinerja karyawan. Melalui desain kurikulum ini pula, dapat dirancang matriks pendidikan yang harus dilalui oleh karyawan untuk menaiki jenjang karir yang diharapkan. Dengan kata lain, untuk menjadi manajer misalnya, seseorang wajib terlebih dahulu melewati sejumlah program pelatihan/pendidikan yang telah tercantum dalam desain kurikulum.

Langkah berikutnya adalah mendesain modul-modul pendidikan dan pelatihan serta metodologi pengajaran yang akan digunakan — baik berupa metode class room, on the job learning, e-learning ataupun action-based training. Perancangan modul ini juga mesti mengacu pada profil kompetensi yang dibutuhkan sehingga kelak akan mampu menjawab kebutuhan pengembangan kompetensi para karyawan.

Langkah lain yang juga diperlukan adalah mendesain metode untuk mengevaluasi efektivitas program pendidikan dan pelatihan yang telah diberikan kepada para partisipan. Proses evaluasi ini seyogyanya tak hanya mencakup tingkat kepuasan peserta akan program-program pendidikan yang telah mereka ikuti — satu hal yang lazim dilakukan oleh banyak perusahaan. Lebih dari itu, proses evaluasi ini juga harus menguji sejauh mana materi pendidikan mampu diaplikasikan secara rill di tempat kerja, serta mampu meningkatkan perilaku dan kinerja karyawan dalam konteks situasi nyata.

Di masa-masa mendatang, rasanya konsep ‘corporate university‘ akan menjadi kebutuhan yang making penting bagi perusahaan — terutama bagi mereka yang benar-benar yakin bahwa modal insani yang bermutu merupakan bekal pamungkas untuk membawa kejayaan perusahaan.


Corporate University (bagian-1)

Bagan Corporate University

Akhir-akhir ini di kantor semakin santer digaungkan istilah Corporate University. Menariknya salah satu rekanan bisnis kami malah menuliskan status Blackberry nya dengan menambah embel-embel perusahaan kami di belakang Corporate University (CU), sementara aku sebagai pekerja di perusahaan tersebut malah terkesan abai, mungkin karena terlalu banyak istilah di perusahaan yang sepertinya tidak berimplikasi langsung ke pekerjaan ku sehingga aku kurang begitu memperhatikan jargon-jargon baru.

Sampai pada hari Jumat kemarin, aku kembali membaca istilah ini didengungkan oleh BOD kami, sehingga mau tidak mau aku menyempatkan diri untuk mencoba mengerti apa sebenarnya CU ini.  Ternyata ini istilah yang sudah cukup lama ada, yang menjadi populer ketika General Electric sebagai sebuah perusahaan (Corporate) sukses dalam mendidik (mencetak) SDMnya.
 _______________________________

Bagaimanakah kata universitas dan perusahaan itu bergabung sehingga membentuk pengertian CU? Tentu saja CU mempunyai pengertian tersendiri, berbeda dengan pengertian masing-masing kata itu.

Menurut Grenzer (2006:1), CU adalah “a function strategically aligned toward integrating the development of people within specific generation and must focus on personal development, carreer paths, training opportunities, learning events, human resource programs, and leadership at all level of the organization”.  Pengertian sederhananya, CU adalah seluruh hasil learning, training, & knowledge yang mendukung langsung kepada performansi unit bisnis agar performansinya berkembang dan terus berkembang di atas perkembangan rata-rata industri.  Jadi sistem pengajarannya dibuat dalam sebuah kurikulum berdasarkan best practise diperusahaan.


struktur CU



CU seperti disebutkan adalah tren yang berkembang di perusahaan. Pada tahun 1993, CU  ada di hanya 400 perusahaan. Pada tahun 2001, jumlah ini meningkat menjadi 2.000, termasuk Walt Disney, Boeing, dan Motorola.


Dalam kebanyakan kasus, universitas perusahaan tidak universitas dalam arti kata yang kaku. Jika perguruan tinggi tradisional adalah lembaga pendidikan yang memberikan gelar sarjana maupun pascasarjana dalam berbagai mata pelajaran, serta melakukan penelitian ilmiah asli. Sebaliknya, sebuah CU membatasi ruang lingkup untuk menyediakan pekerjaan yang spesifik, khusus perusahaan, pelatihan untuk personil manajerial dari perusahaan induk. 

Jika membicarakan CU yang mampu menghasilkan Chief Executive Officer (CEO) dan business leader yang mumpuni dibandingkan yang lainnya, tentu harus menyebut General Electric (GE) dengan GE Campusnya. Bagaimanakah langkah GE untuk mencapai hal tersebut? Penjelasan cukup lengkap disampaikan Susan Peters, Chief Learning Officer dan Vice President for Executive Development GE dalam wawancaranya dengan Knowledge@Wharton. 

Menurut Susan Peters, GE telah terlibat dalam training and development selama lebih dari 60 tahun dengan memanfaatkan fasilitas pembelajaran di Crontoville, New York. Learning adalah hal yang sangat mendasar dan akar dari budaya di GE. Susan menegaskan bahwa GE memiliki pendekatan yang dinamakan GE Global Learning yang terbagi ke dalam tiga area pengembangan, yaitu Leadership, Skills, dan Business. 

Untuk pengembangan tiga area tersebut, GE mengeluarkan biaya sebesar USD$1 miliar per tahunnya. Angka investasi yang cukup fantastis yang membuat perusahaan lain berpikir ulang mengeluarkan biaya sebesar itu. Tetapi outcome yang diraih GE sangat konkret dan terasa sampai dengan lower corporate level. Terlebih lagi, GE juga melakukan investasi di 3 negara untuk membangun pusat pembelajaran, yaitu Cina, Jerman dan India.

Bagi GE, misi leadership adalah menginspirasi, menghubungkan dan mengembangkan para pemimpin hari ini dan esok. Karenanya, tidak seluruh karyawan GE menjadi target pelatihan dan pengembangan. GE memiliki standar tertentu untuk menentukan siapa yang mempunyai kesempatan untuk mengikuti pelatihan dan pengembangan tersebut. 

Susan menegaskan bahwa pembuatan materi pelatihan dan pengembangan dilakukan oleh tim global sehingga konten yang disampaikan sudah paling up-to-date.  Termasuk di dalamnya isu di masing-masing negara tempat GE berada. Ia percaya bahwa inti dari kepemimpinan adalah sama di seluruh dunia, sehingga ketika pembuatan konten tidak mengubah hal yang fundamental. 

Yang terbaru dari pelatihan kepemimpinan di GE adalah dengan kehadiran Program Pelatihan Kepemimpinan Tingkat Senior atau yang lebih dikenal di GE sebagai LIG – Leadership, Innovation and Growth. LIG adalah sebuah program pembelajaran yang mengajarkan untuk membuat strategi jangka panjang dengan memperhitungkan dan memprediksi isu lingkungan dan bisnis di masa mendatang.

Teknologi juga mempunyai peranan yang cukup penting dalam pengembangan dan pelatihan. Tetapi bukan berarti pengembangan dan pelatihan secara face-to-face tidak dilakukan. Susan percaya masing-masing elemen akan saling melengkapi proses pembelajaran di GE. 

Penggunaan teknologi sudah menjadi hal yang biasa di GE, seperti TelePresence, Virtual Collaboration Room, WebEx, Webcam dan yang paling menarik adalah dengan kehadiran Kindles yang diletakkan di lobi Crontoville untuk memantau berita di seluruh dunia.

Perkembangan CU di GE juga melihat pergantian generasi, di mana generasi saat ini adalah Generasi Y atau generasi yang berkembang melalui internet dan media sosial. Susan memanfaatkan kehadiran Generasi Y di GE dengan melibatkan dan meminta mereka untuk berkontribusi dalam konten pengembangan dan pelatihan kepemimpinan. GE juga melakukan investasi dengan membuat media baru yang mencerminkan Generasi Y, yaitu dengan hadirnya Podcast.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, apakah GE memperhitungkan return dari investasi tersebut? Susan menyampaikan jawaban yang cukup mengagetkan. “Saya merasa senang dan istimewa bekerja di lingkungan di mana tim kepemimpinan berkeyakinan bahwa belajar, usaha, waktu, uang dan sumber daya yang kami investasikan ke dalam proses pembelajaran memiliki pengembalian yang tak terelakan. Jadi, saya bisa menghabiskan waktu untuk mengembangkan konten bagaimana kita dapat menginspirasi, menghubungkan, dan mengembangkan kepemimpinan, bukan mencari tahu apakah kita mendapatkan return”.

GE merupakan sebuah gambaran CU yang fantastis di mana ketika kapitalisasi pasar GE saat ini merupakan setengah dari kapitalisasi pasar GE pada kondisi sebelumnya, GE menemukan kekuatan utamanya – kemampuan GE dalam mengidentifikasi dan membentuk pemimpin. Kondisi seperti ini mencerminkan Center of Excellence yang menjadi idaman semua CEO perusahaan.